Printed Book
Lanskap otonomi daerah : analisa dan kritik
Sejak awal, hadirnya UU No. 32/2004 sudah terlihat betapa pihak yang paling diuntungkan adalah elit lokal dan nasional. Semangat UU ini lebih banyak dalam bidang distribusi kekuasaan dan pembagian keputusan ketimbang memberikan otonomi kearah kemandirian daerah. Ini tetap saja intinya menyangkut pemerintahan, serta bukan otonomi dalam artian yang lebih luas. Hany saja, apa yang disebut pemerintahan itu talah mengalami proses pemekaran dan penguasaan sangat maksimal terhadap masyarakat, terutama masyarakat daerah. Bahkan ada yang menyebut bahwa hal ini adalah bentuk dari liberalisasi sistem politik dan pemerintahan. Akan tetapi, ketika pemerintahan masih mendominasi -entah yang namanya Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah- bukan malah dibatasi hak-haknya, justru yang terjadi adalah sebaliknya: konservativisme politik dan pemerintahan. Hal inilah yang mambawa implikasi tumbuhnya raja-raja lokal, pemerintahan bayangan dan ekonomi ilegal.
Lagi-lagi, rakyatlah yang akhirnya menjadi korban ketika kekuasaan makin menyebar dan meluas lewat proses diaspora atas nama demokrasi liberal. Munculnya persoalan-persoalan struktural seperti kelaparan, menunjukan betapa masyarakat harus menyelamatkan diri sendiri agar mampu mempertahankan hak hidupnya.
2182 | Tandon/Cadangan | Available | |
2181 | 352, PIL, l | Book Shelf | Available |
No other version available